Friday, December 21, 2007

Catatan Kita, Masjid UI, 9 Desember 2007


Personil :
Ito 4. Imas 7. Ari
Ira 5. Sri
Hikmah 6. Igie

Agenda :
Kegiatan sebulan terakhir
Evaluasi kinerja BPH

Pembahasan :

1. Setelah sebulan tidak bertemu, ada beberapa kegiatan dan informasi yang perlu dishare antara lain :
a. 3 Desember, Loknas Quota 1 % evaluasi dan upaya tindak lanjut bagi penyandang cacat dalam dunia kerja. Organized by PPCI dan Depsos. Bertempat di Ruang Krakatau 3 Hotel Horison
b. 4-6 Desember, Rakernas PPCI ke-5 di Cibubur
c. 6 Desember, acara puncak di istana merdeka
d. 3-5 Desember, Penyusunan pusat informasi dan konsultasi penca perempuan. Organized by Meneg PP
e. 5 Desember merupakan hari volunteer internasional

Program ke depan :
a. Perayaan 2 tahun program seribu buku-nya Mitra Netra. Ketika di Loknas, Igie bertemu dengan Mba Arya dari Mitra Netra, beliau meminta Bravo untuk membantu dalam perayaan 2 tahun program seribu buku yang akan dilaksanakan pada bulan Januari di Teater Kecil TIM
b. Bravo berniat untuk menyumbangkan 1 buku untuk program seribu buku. Rekomendasi judl yaitu :
· La’ Tahzan
· Ayat-ayat cinta
· Aku terlahir 500 gr
c. Sosialisasi HAM tuna rungu bekerja sama dengan FNKTRI
d. Januari mendatang, PERTUNI Jak-Ut meminta Bravo untuk mendampingi dalam program mereka
e. Pembuatan ID anggota, seperti di bawah ini : (digunakan dalam tugas)
Untuk volunteer lepas
Untuk BPH

2. Evaluasi kinerja BPH
· Sebagai sebuah organisasi yang masih terus belajar dan membentuk diri, Bravo Penca ga pernah berhenti mengevaluasi diri. Permasalahan yang dihadapi belakangan, berkaitan dengan turunnya personil Bravo dalam program-program kecacatan sempat menciptakan suasana tidak nyaman. Maka dianggap perlu untuk kembali mengevaluasi dan mengingatkan niatan awal kita berada di Bravo.
· Selentingan kabar burung yang terdengar, mengatakan adanya personil Bravo yang money oriented dan keberatan dengan pembagian 50 % transport yang diterima setiap kali melakukan pendampingan (jika ada), merupakan masalah besar yang harus segera diluruskan. Keputusan Raker Bravo Penca bulan Februari lalu yang menyepakati pemberian kontribusi 50 % tersebut menunjukkan bahwa seorang volunteer dalam melaksanakannya tugasnya sama sekali ga berorientasi pada uang, ada atau tidak ada transport yang diberikan oleh orsos penca, jika memang kita dibutuhkan di dalamnya, kita akan tetap bantu.
· Adapun kontribusi yang terkumpul digunakan untuk kepentingan program Bravo maupun untuk pembelian perlengkapan yang mendukung kerja Bravo. Seperti yang selama ini telah dilakukan adalah membali 3 buah Handy Talky merk Kenwood seharga Rp 800.000,- / buah (kondisi baru), mensubsidi 50 % transport personil Bravo pada program pendampingan di mana tidak ada uang trasnport yang diberikan oleh penyelenggara, mensubsidi program wista tani dan pelatihan volunteer, atau sebagai modal pembuatan kaos dan merchandise Bravo.
· Prosedur yang dibuat Bravo, khususnya yang berkaitan dengan pengiriman personil, hendaknya tidak memberatkan kita sendiri. Selama ini yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah koordinator divisi Volunteering dan Networking yang dipegang oleh Aziz. Fleksibiliti bisa saja dilakukan. Artinya, informasi mengenai kebutuhan akan volunteer dalam sebuah program kecacatan dapat berasal dari siapa saja, dan orang yang bersangkutan dapat merekomendasikan dirinya untuk mendampingi program tersebut jika memang berminat dan bisa. Namun hal ini harus sebelumnya dikomunikasikan dengan Aziz sebagai penanggungjawab.
· Sistem kontribusi juga dapat diberlakukan. Misalnya, yang selama ini dekat dengan suatu orsos dapat menjadi corong / jembatan ke Bravo. Seperti yang selama ini terjadi Hikmah lebih dekat dengan pengurus dari kawsan Cempaka Putih (HWPCI, FKPCTI, dan BPOC), Igie selalu mendapat kabar dari PPCI, Aziz dengan PERTUNI-nya. Dan ga menutup kemungkinan adanya pos-pos baru bagi personil Bravo yang lainnya. Hal ini dapat memperlebar sayap dan telinga Bravo untuk memperkaya informasi dan akses terhadap perkembangan yang terjadi di dunia kecacatan.

Tuesday, December 18, 2007

LAPORAN ABILYMPIC

Untuk acara ini, Bravo menurunkan personilnya sebanyak 6 orang, yaitu Bimo, Faisal, Ari, Rini, Hikmah, Yani, dan Aziz pada 2 hari pertama. Abilympic merupakan olimpiade keterampilan bagi penyandang cacat yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali dengan peserta yang berasal dari daerah di seluruh Indonesia. Di antaranya dari Jambi, Kalsel, Kaltim, Lampung, Sulbar, Jogja, Papua, Jateng, Jatim, Jabar, dam masih banyak lagi. Jumlah peserta keseluruhan ada kurang lebih 150 orang.
Tanggal 29 November merupakan persiapan lomba untuk acara di Depsos, sebagian besar peserta dari daerah juga sudah ada yang lebih dulu sampai di BBRVBD Cibinong. Untuk lombanya sendiri baru dimulai pada tanggal 30 Nonember yang dilaksanakan di Depsos, sekaligus pembukaan acara yang dihadiri oleh Menteri Sosial. Perlombaan yang dilombakan di Depsos antara lain web dan merakit komputer, rotan, merajut, menyulam, dan mewarnai dengan cat air. Ada sekitar 24 cabang perlombaan.
Setelah acara perlombaan di Depsos selesai, peserta langsung dibawa kembali ke BBRVBD Cibinong untuk melaksanakan lomba selanjutnya, antara lain : lomba menjahit tingkat dasar (celemek) dan menjahit tingkat mahir (jas pria), membuat alat perabotan rumah tangga sederhana, mengukir kayu, dan merakit alat elektronik. Hari berikutnya adalah perlombaan auto cad mesin dan auto cad arsitek, processing data, design poster, dll...
Yang perlu dibenahi
Walaupun Abilympic adalah acara besar, tetapi sangat disayangkan, sebagai volunteer, kami mengamati bahwa sistem kinerja panitia sangat tidak mencerminkan sikap yang profesional. Terbukti dari kurangnya koordinasi antar panitia, saling melempar tugas, dan banyak pekerjaan yang seharusnya adalah pekerjaan panitia tapi dilimpahkan ke Bravo. Selain itu, job desk Bravo selama di sana juga tidak sesuai dengan penjelasan saat rapat. Awalnya, Bravo diberi tanggung jawab untuk memantau pelaksanaan lomba di setiap stand lomba plus mengatur konsumsi saat lomba berlangsung (misal snack). Tapi yang terjadi adalah, Bravo juga diminta untuk menghandel konsumsi secara keseluruhan, tanpa adanya penjelasan dari panitia pelaksana akan perubahan tersebut.
Ke depannya diharapkan untuk memperjelas job desk (jika perlu dituangkan secara tertulis) dan mempercayakan Bravo untuk sepenuhnya melaksanakannya. Dengan tugas yang jelas, tentunya perencanaan juga akan lebih matang dan dapat dilaksanakan dengan lebih optimal, terutama yang berkaitan dengan pembagian tugas volunteer sendiri. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk kembali meluruskan pandangan baik di kalangan panitia yang penyandang cacat maupun non penyandang cacat akan konsep volunteer itu sendiri, terutama sosialisasi sistem pendampingan yang berlaku di Bravo. Bahwa Bravo selalu melakukan pembagian tugas untuk personilnya sesuai dengan pos-pos tanggung jawab yang dibebankan dan berupaya bekerja secara profesional. Kalaupun ada perubahan pos tugas (misal ada tambahan), sebenarnya tidak masalah sejauh itu dikomunikasikan panitia pelaksana dengan koordinator lapangan Bravo. Pada dasarnya segala masalah adalah berawal dari kurangnya komunikasi.
By Hikmah
(+ Igie)

Sunday, November 25, 2007


Pangenalan alat bantu teknologi dan workshop komputer Braille
di pameran Indocomtech
JCC, 14 November 2007

Pameran Indocomtech sebagai salah satu pameran tentang teknologi yang cukup besar kembali diselenggarakan di Jakarta tepatnya di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan Jakarta dari tanggal 14 – 18 November 2007.
Pada pameran kali ini, Bravo mendampingi DPD Pertuni DKI Jakarta yang kembali mendapat kesempatan untuk terlibat sebagai salah satu pengisi kegiatan. Kali ini DPD Pertuni memperkenalkan 3 program (software) kepada pengunjung pameran. Yaitu :
1. JFW (Jaws For Windows) yang merupakan screen reader, dimana program ini akan memunculkan suara pada setiap ikom yang tampil di layar. Sehingga Tunanetra akan tahu apa yang sedang di kliknyadan tahu jika ada kesalahan. Tentu saja para pemakai program ini harus familiar dengan logat si komputer yang memang masih dalam bahasa Inggris.
2. Meebe Braille/MBC (Mitra Netra n Bina Nusantara Braille Converter). Software ini secara otomatis akan mengkonversi/mengubah naskah Braille yang selanjutnya akan dicetak dengan printer Braille. Software ini dirancang oleh Mitra Netra dengan dibantu oleh Univ. Bina Nusantara. Nah, kalau yang ini, aplikasinya sudah dalam bahasa Indonesia.
3. Open Book. Secara harfiah, open book berarti membuka buku. Program ini memang ada kaitannya dengan membukaa buku. Jadi, buku-buku yang akan dibaca oleh Tunanetra di scan, lalu secara otomatis isi dari pada halaman buku tersebut akan berpindah ke komputer, lalu komputer akan membacakan buku tersebut dengan program jaws atau bisa juga disimpan dalam format MP3. Sehingga bisa sewaktu-waktu didengarkan bila diperlukan. Satu lagi kelebihannya yaitu posisi buku tidak berpengaruh pada hasil scanning. Jadi para tunanetra tidak perlu repot mengatur posisi bukunya di scanner. Pada posisi terbalik pun, hasil scan akan tetap pada posisi yang benar.

O….ya ada satu lagi program yang diperkenalkan yaitu TALK (program bicara/suara). Hampir sama dengan jaws tapi yang ini khusus untuk aplikasi di HP. Jadi, apa-apa yang sedang ditampilkan di layar HP yang sedang digunakan akan dibacakan. So….tunanetra sekarang bisa bersms-an. Nah….canggih kan? Pastinya teknologi memang harusnya lebih mempermudah para penggunanya bukan? Tapi sayang, untuk program TALK ini masih cukup mahal. Sekitar Rp.600.000-an. Cukup mahal untuk tunanetra di Indonesia rasanya.
Tambahan informasi dikit nih.. Pada kegiatan ini, Bravo menurunkan 7 personelnya yaitu : Ari, Bimo, Faisal, Azis, Ito, Ira dan Yani.
Ada yang tertarik dengan software2 diatas? Silahkan menghubungi DPD Pertuni DKI Jakarta untuk mendapatkannya.

By : Ito

TOT lagi bersama KOMNAS HAM

CATATAN
TOT HAM TUNA RUNGU (LANJUTAN)
Organized by KOMNAS HAM
5 – 7 November 2007
Cibogo, Jawa Barat


PEMBUKAAN
Memasuki kawasan GG. House, Cibogo Jawa Barat sekitar pukul 11.20, suasana asri menyeruak. Pembagian kamar dan kuncinya langsung dilakukan saat itu di lobi berornamen kayu dan rimbun pepohonan berbunga gantung. Disiram gerimis kecil, kami langsung menuju kamar masing-masing. Jalanan setapak berbatu, mengarahkan kami ke area menurun menuju ke kamar-kamar. Sampai di kamar 216, aku dan Mba Nelly (seorang tuna rungu dari perwakilan PPCI) langsung berberes dan istirahat sebentar.
Sawah membentang di bawah sana, dipagari oleh bukit hijau terimbun pepohonan, menjadi sebuah pemandangan yang menyejukan mata terlihat dari balkon kamar. Ditambah dengan riuhnya nyanyian riak sungai yang membatasi area GG.house dengan sawah, membumbungkan rasa syukur menjadi salah satu penghuni bumi Indonesia.
Tepat pukul 13.20 di hari pertama itu, pembukaan dilakukan oleh Bpk. Saharudin Daming sebagai Komisioner Bidang Penyandang Cacat Komnas HAM (seorang tuna netra). Beliau memberikan gambaran tentang permasalahan yang dihadapi oleh penyandang cacat di Indonesia. Dari sekian banyak permasalahan, beliau membaginya menjadi 3 kelompok, yaitu diskiriminasi (pendidikan), marjinalisasi di sektor pekerjaan formal, serta masalah aksesibilitas (di segala bidang). Kondisi penyandang cacat yang bergerak statis hampir tanpa kemajuan, disebabkan faktor-faktor di atas. Berdasarkan data statistik tahun 2004 terdapat 97,2 % penyandang cacat yang hidup di bawah garis kemiskinan, angka penyandang cacat di Indonesia sendiri mencapai 10 % (estimasi WHO untuk negara berkembang) dari seluruh populasi penduduk Indonesia, bukan angka yang kecil kan, jika dilihat dari kuantitas. Bayangkan, jika angka tersebut menjadi sebuah angka yang bukan hanya menang di kuantitas, tapi juga unggul di kualitas ? Menjadi sebuah senjata dahsyat yang dapat mendongkrak kondisi Indonesia yang terseok. Iya ngga ??

Bpk. Daming mengusulkan sebuah solusi yang dapat dilakukan sebagai langkah awal, antara lain dengan melakukan sosialisasi, motivasi, dan realisasi. Kemajuan seseorang tidak akan tercapai tanpa adanya motivasi diri dari orang yang bersangkutan. Hal ini pun berlaku bagi penyandang cacat. Kesadaran akan hak dan kewajiban mereka yang masih minim, merupakan kebutuhan utama. Hal ini berkaitan erat dengan pembentukan konsep diri mereka. Bahwa upaya keras dan tekad untuk maju adalah modal dasar untuk perjuangan selanjutnya. Tentunya, sosialisasi bukan hanya dilakukan kepada kaum penyandang cacat, tapi juga seluruh kalangan masyarakat, mulai dari tingkat grass root (keluarga dan masyarakat sekitar) sampai dengan para pembuat kebijakan. Kesadaran Negara akan adanya kalangan warganya yang selama ini haknya tidak diakomodir, harus mulai ditingkatkan. UU yang telah menjamin hak penyandang cacat di dalamnya, sudah sepatutnya direalisasikan. UU semestinya tidak hanya menjadi sebuah bedak pemerintah yang hanya mempercantik wajah Negara di mata internasional yang semu, tapi haruslah benar-benar mengakomodir dan menjamin kehidupan warga negaranya sesuai dengan apa yang tertuang di dalam UU.

INTI PELATIHAN
Pelatihan ini merupakan lanjutan dari pelatihan sebelumnya yang dilaksanakan di Lembah Hijau, Cipanas, 22-25 Juni 2007 lalu. Kali ini diikuti oleh 13 orang peserta (berkurang 4 orang dari pelatihan sebelumnya), dan berlangsung di GG. House Cibogo Cipayung Jawa Barat.
Materi yang disampaikan kali ini, jauh lebih praktis dan penuh dengan simulasi. Tujuan utamanya adalah mencetak fasilitator-fasilitator pelatihan yang memiliki dasar dan arah yang jelas dalam membuat dan membawakan sebuah pelatihan (dalam hal ini pelatihan HAM bagi tuna rungu), meskipun sebenarnya dapat diterapkan di berbagai bentuk pelatihan. Bertindak sebagai fasilitator adalah Bapak Herizal dan Bapak Fauzi, yang TOP ABIZZZ.
Peserta dijejali ilmu yang sangat berharga dan aplikatif dengan metode yang menarik, antara lain tentang konsep fasilitator yang benar, bagaimana merancang sebuah pelatihan, bagaimana menciptakan suasana pelatihan yang atraktif dan partisipatif, dan bagaimana melakukan langkah-langkah dalam memfasilitasi. Ada satu hal yang belum peserta dapatkan yaitu bagaimana mengevaluasi sebuah pelatihan yang sudah dijalankan. (Mungkin di pelatihan mendatang ya  ).
Di akhir perjalanan pelatihan ini, peserta dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkn lembaga asalnya, ada kelompok guru SLB dan kelompok NGO (aku termasuk ke dalamnya). Dari kelompok NGO, kami membuat sebuah action plan yang utamanya adalah membuat tim kerja alumni TOT Komnas HAM untuk melakukan sosialisasi HAM di kalangan tuna rungu pada khususnya dan penyandang cacat pada umumnya. Tim kerja ini terdiri dari :
Lidya dari Gerkatin pusat
Bang Kumala dari Gerkatin DKI Jakarta
Bang Aries Prawoto dari Porturin DKI Jakarta
Bang Tori dari GERKATIN pusat
Irdanelly dari GERKATIN pusat
Bang Erwin dari Yayasan SEHJIRA
Bang Kemal dari Yayasan SEHJIRA
Igie dari Bravo Penca
Sungguh bukan sebuah rencana yang ringan, tapi juga tidak terlalu berat jika memang ada niat dan kesungguhan untuk menjalankannya. Insya Allah . . . . .
By Igie

Saturday, November 17, 2007

Workshop Aksesibilitas Penyandang Cacat Propinsi DKI Jakarta

Pada tanggal 31 Oktober 2007, bertempat di Balai Agung, Balai Kota (Kantor Gubernur) DKI Jakarta, telah berlagsung kegiatan workshop aksesibilitas Penca. Pada acara kali ini selain menjadi pendamping dari DPD Pertuni (ito), Bravo juga mendapat undangan sebagai peserta yang diwakili oleh Aziz.
Workshop ini selain dihadiri oleh perwakilan organisasi Penca seperti : Pertuni, PPCI, HWPCI, Mitra Netra, Gerkatin, BPOC, LKPPU, Porturin, dll. juga dihadiri oleh perwakilan dari SLB-SLB, organisasi peduli Penca, LSM, aparatur pemerintahan, juga dari unsur pengusaha, dan dari unsur akademisi (Universitas) .
Acara yang berlangsung hanya setengah hari ini, sebenarnya lebih cocok disebut seminar dibanding menggunakan istilah workshop. Karena hanya menampilkan beberapa pembicara yang membawakan makalahnya masing-masing lalu tanya jawab dengan peserta lalu usai.
Sebenarnya sangat disayangkan karena pada awalnya kami berharap ada satu gebrakan yang jelas dan real tentang aksesibilitas untuk Penca ini. Namun ternyata masih sekedar berhenti jadi wacana saja. Padahal jika dilihat dari perangkat yang berupa peraturan, sudah cukup jelas dan lengkap. Tapi ada sedikit harapan yang terbersit yang diungkap oleh Gubernur baru Jakarta, Fauzi Bowo yang juga si empunya program ini. Beliau berjanji tidak akan mau meresmikan sebuah gedung atau fasilitas yang didalamnya tidak akses. Mari kita sama-sama lihat dan awasi apakah janji beliau ini bukan hanya sekedar kata-kata.
Pembicara dalam seminar ini ada 3 orang yaitu : Prof. Mulyono Abdurrahman dari UNJ dengan materi aksesibilitas Penca, Ir. Bambang Eryudhawan dengan aksesibilitas di Jakarta menuju ruang kota dan arsitektur bebas hambatan dan Dra. H. Ariani (HWPCI) dengan aksesibilitas sebagai pemenuhan HAM Penca.
Selain penyampaian materi, pada kegiatan ini juga diberikan bantuan yang diberikan secara simbolis kepada 3 organisasi Penca : tongkat putih kepada Pertuni, kursi roda kepada HWPCI dan hearing aid kepada Gerkatin.


By : Ito

Monday, October 29, 2007

Pelatihan Volunteer BRAVO PENCA,8-9 September 2007

Pada hari sabtu-Minggu, 8-9 September 2007 Bravo mengadakan Pelatihan Volunteer baru di Bumi Perkemahan Cibubur. Pada pelatihan yang pertama kali diadakan ini, ada 7 volunteer baru yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. 5 orang mahasiswa UNJ, 1 orang mahasiswa Univ. Pancasila dan 1 orang alumni Sahid. Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin merekrut volunteer baru. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari presentasi Bravo yang dilakukan di acara MPA (Masa Pengenalan Akademik) mahasiswa baru UNJ tanggal 28 Agustus 2007 lalu.

HARI PERTAMA
Pada hari sabtu, 8 september 2007 jam 15.00 BBWI kami berkumpul di lobby Daksinapti UNJ. Dengan menggunakan menyewa Angkutan Kota M21 jurusan Kampung Melayu-Pulogadung, kami ber-11 berangkat menuju Bumi Perkemahan Cibubur. Teman lain yaitu aziz dan santoso sudah berangkat lebih dulu untuk mempersiapkan lokasi. Sampai di tempat, kira-kira waktu sudah menjelang pukul 17.00. Sampai disana, tenda baru siap-siap didirikan. Sekitar satu setengah jam, tenda baru berdiri. Kamipun membereskan dan menata barang-barang ke dalam tenda. Acara selanjutnya adalah mandi dan makan malam. Bayangan kami tentang segarnya badan setelah mandi karena badan sudah terasa gerah selama perjalanan ternyata sirna begitu melihat kondisi kamar mandi (MCK) yang ada. Bukan hanya kotor dan bau, bahkan air yang ada pun tidak layak untuk digunakan. Walhasil, beberapa diantara kami yang memang harus menunaikan sholat tetap menggunakan air tersebut untuk wudhu. Malam itu mungkin tak satupun diantara kami yang mandi dan membersihkan badan. Waduuh…………….panasnya.

Namun, show must go on. Selesai makan malam, agenda pertama seharusnya jam 08.00 bisa dimulai. Materi pertama yaitu tentang dasar-dasar dan motivasi menjadi volunteer yang rencananya akan disampaikan oleh Pak lody (dosen UNJ) ternyata molor sampai jam 10.00 malam. 2 jam waktu luang, kami gunakan untuk tidur-tiduran sambil menatap kelamnya langit malam di Cibubur. Kelam karena tak satupun bintang menunjukkan batang hidungnya malam itu. Ternyata hari itu memang mendung, Karena tak lama berselang, ternyata hujan rintik-rintik mulai turun. Kamipun masuk kembali ke dalam tenda. Kali ini kami duduk bersama, berkenalan dan berbincang tentang Bravo. Malam ini, perbincangan kami hanya ditemani dua batang lilin. Jadi suasananya remang-remang. Ya….itung-itung biar terasa romantis lah. Padahal si emang karena sambungan listriknya memang ga ada. Bimo yang tahu tentang ini belum datang-datang juga. Katanya dia akan sampai pada pukul 10.00 malam. Pokoknya malam ini, nikmati sajalah semuanya seadanya. Semoga semua ini tidak akan membuat semangat kawan-kawan semua jadi meluruh. Perbincangan tetap dilanjutkan. Kami ingin tahu juga mengetahui apa motivasi dan latar belakang dari keinginan para volunteer baru untuk bergabung bersama kami.

Saudara kordinator Bravo, Igi, yang juga datang terlambatat, tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 an malam. Igi juga akan berbagi pada volunteer baru pada sesi pertama ini. Jam 10.00 malam, akhirnya pak lody sampai juga di lokasi setelah dijemput oleh Santoso. Sampai tengah malam acara terus berjalan. Acara dipandu oleh Santoso. Materi pada sesi ini dimkasudkan untuk memberi motivasi dan penguatan pada teman-teman apa perlu dan pentingnya menjadi seorang volunteer penca pada saat ini. Pada sesi ini juga, pak lody menitip pesan pada kami agar suatu hari nanti bravo sebagai sebuah komunitas volunteer bisa punya peran yang lebih dari hanya pendampingan saja. Artinya Bravo bisa berperan sebagai komunitas yang bisa berpengaruh pada kebijakan-kebijakan tentang penca, tentunya dengan meihat kepentingan dan keinginan penca itu sendiri. Ya….itu mungkin juga harapan beberapa diantara kami. Tapi, apakah Bravo sendiri sudah siap?............ Tapi sepertinya banyak yang sudah mengantuk. Jam 12.00 an sesi ini usai. Teman-teman lalu beristirahat. Sementara teman-teman laki-laki dibantu oleh tetangga kemping kami yang berasal dari RACANA (Pramuka) UNJ kembali mendirikan tenda yang kedua. Jam 02.00 dini hari berdirilah tenda kedua. Kepada teman-teman RACANA, terima kasih ya……………. Oya, malam ini seharusnya agenda terakhir sebelum tidur adalah nonton film bersama tentang Penca, tapi berhubung acara telat, yang bawa LCD juga baru datang jam 12 malam, trus sambungan listrik belum dipasang, acara ini pun lalu dibatalkan.

HARI KEDUA
Pagi hari, sekitar pukul 06.00, kami semua sudah bangun. Ada yang sudah bangun lebih pagi malah. Mereka secara berombongan mencari MCK yang lebih layak digunakan untuk bersih-bersih diri meski jauh dari lokasi kemping kami. Jadilah, beberapa diantara kami akhirnya mandi juga. Sarapan pagi selesai dilakukan pukul 08.30an. Agenda hari ini adalah, tentang ke-Bravo-an, teknik pendampingan, pembuatan action plan, games, lalu evaluasi dan lalu pulang.

Sesi tentang ke-Bravo-an dimaksudkan untuk mengenalkan Bravo sebagai sebuah komunitas secara lebih detil kepada para volunteer baru. Disini, kegiatan dibagi dalam beberapa pos. Pos 1 tentang sejarah perjalanan Bravo, Pos 2 tentang organisasi bravo, struktur dan pengurus, dan pembagian kerjanya. Sedang Pos 3 berisi tentang program-program yang telah dilaksanakan oleh Bravo selama ini yang diperkuat dengan bukti-bukti berupa foto. Jadi ya ada pameran foto dikitlah….

Materi berikutnya yaitu tentang Teknik pendampingan dan etikanya. Kali ini disampikan oleh Ito dan Sri Barwati dari DPP Pertuni. Kami memperbincangkan sebuah buku sebagai acuan. Buku yang cukup representatif untukmateri ini yaitu buku “How to get Along with Handicap People”. Buku terbitan malasyia (Beautiful Gate).

Selanjutnya adalah pembuatan Action Plan oleh para Volunteer baru dengan dipandu oleh Santoso. Ini dimaksudkan agar para volunteer baru benar-benar tahu apa dan bagaimana menjadi seorang volunteer. Mereka diharapkan untuk bisa membuat satu project yang akan mereka rencanakan, laksanakan, dan diselesaikan sendiri. Kami hanya akan mendampingi saja dan memberi rambu-rambunya. Akhirnya setelah melalui sebuah diskusi, mereka berencana akan membuat sebuah acara lari pagi bersama Penca di bulan Desember 2007 sekaligus dalam rangka menyambut HIPENCA 2007. Acara ini akan di kordinatori oleh Nita, salah seorang Volunteer baru. Kami dari Bravo tentu mendukung. Semoga ini bisa berjalan dengan sesuai rencana ya………

Setelah merasa cukup lelah, tibalah saatnya games. Games kali ini di pandu oleh Azis. Gamesnya yaitu Blind Walk dan Pesan Berantai. Dalam Blind Walk, mereka bermain berpasangan. Satu orang ditutup matanya, yang lain sebagai pendamping. Lalu bergantian. Mereka harus berjalan bolak balik. Rute pertama mereka dituntun, sedang ketika berjalan sebaliknya, mereka hanya diarahkan secara lisan untuk bisa melalui jalan yang sama. Games ini bertujuan agar mereka merasakan artinya menjadi pendamping dan menjadi orang yang didampingi, dimana diantara keduanya harus ada kerjasama dan saling percaya satu dengan yang lain.
Games yang kedua, yaitu pesan berantai. Satu kelompok terdiri dari 4 orang. Orang pertama adalah pemberi pesan. Orang kedua penyampai pesan. Pesan ini harus disampaikan dengan menggunakan bahasa Isyarat. Orang ketiga sebagai pembaca pesan isyarat, harus menyampaikan pada orang keempat yang matanya dalam keadaan tertutup. Orang kempat inilah yang akan melaksanakan pesan dengan didampingi oleh orang ketiga. Pada games ini, ternyata dari dua kelompok yang ada, tak satupunyan pesannya dapat dilaksanakan dengan benar. Kesalahan banyak terjadi pada orang kedua yang kurang tepat dalam menyampaikan pesan isyarat pada orang ketiga, dan orang ketigapun tidak bisa menerima dengan jelas pesan isyarat tersebut. Pada refleksinya, kami menarik kesimpulan begitulah kira-kira yang sering terjadi dalam pergaulan tunarungu di kehidupan sosialnya. Mereka seringkali harus kehilangan informasi penting dan tidak bisa menerimanya, karena hambatan komunikasi seperti dalam games tersebut.
Akhirnya, tibalah kami di penghujung acara. Kami berkumpul, mengevaluasi diri, saling memberi kesan dan pesan. Ternyata para volunteer baru juga mendapat hadiah berupa stiker dari Bravo. Lumayan…lah. Acara kami tutup dengan foto-foto dan salam perpisahan. Kamipun kembali ke rumah masing-masing dengan harapan esok akan bisa berbuat sesuatu yang lebih baik lagi bersama BRAVO PENCA.


By : ito

CATATAN PENDAMPINGAN HARI ANTI PEMISKINAN








Napak Tilas

Tujuh tahun sudah sejak pertama kali disepakati adanya tekad untuk menghapus kemiskinan di dunia oleh lebih dari 100 negara di seluruh dunia, tepat pada perayaan ke 7 yang jatuh pada 17 Oktober 2007, Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) memotori untuk BANGKIT dan SUARAKAN kembali isu tersebut.

Ada sekitar 100 orang penyandang cacat dari berbagai orsos penyandang cacat baik tingkat nasional maupun wilayah DKI yang hadir dalam program tersebut. Bravo Penca sendiri, turun untuk mendampingi DPD Pertuni DKI Jakarta yang saat itu membawa 42 orang masa. Setelah sehari sebelumnya mengikuti briefing untuk persiapan, disepakati ada 2 pos untuk ditunggu personil Bravo, 1 di halte busway Kampung Melayu, dan 1 lagi langsung di halte busway Ancol. Dan untuk teknis pendampingan akan dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil di mana satu orang pendamping akan bertanggungjawab terhadap 4 orang.

Igie dan Ira sudah stand by di halte busway sejak pukul 09.00 pagi untuk mengkoordinir keberangkatan teman-teman PERTUNI dari DPC PERTUNI Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Setelah berkumpul, akhirnya pukul sekitar pukul 09.50 WIB seluruh rombongan sudah bertolak dari Kampung Melayu. Meskipun tidak dalam sekali keberangkatan, karena ada 2 rombongan PERTUNI yang sudah berangkat terlebih dahulu, namun semua berjalan lancar. Tiba di halte busway sekitar pukul 10.50, rombongan langsung disambut oleh Aziz yang memang sudah standby di sana beberapa saat sebelumnya.

Acara terpusat di panggung maksima Dufan, dan dimulai tepat pukul 14.30 WIB. Sebelumnya rombongan mengisi waktu dengan sejenak beristirahan, makan dan sholat. Acara diisi oleh hiburan nyanyian dan permainan musik oleh group band differensi dan ANTIK band, dilanjuti dengan pembacaan statements oleh 4 orang perwakilan penyandang cacat dari berbagai jenis kecacatan, yaitu tuna netra, tuna grahita, tuna rungu, dan tuna daksa (pengguna kursi roda). Presiden RI, Bapak Susilo Bambang beserta dengan Ibu Ani dan Annisa Pohan, sempat menghadiri acara tersebut, meskipun telat sesaat setelah pembacaan statements. Sayang banget !!!
Kemudian di tutup dengan nyanyian Cyntia Lamusu dan Titik Puspa yang saat itu turut hadir. Rencana awal, setelah acara di panggung maksima semua akan menonton pertunjukkan iceskating di Moscow on Ice, tetapi karena ternyata tempatnya masih tutup, maka diputuskan untuk mengikuti beberapa permainan yang ada. Sampai jam 19.50 rombongan kembali kumpul untuk persiapan pulang.


Pemiskinan in view

Istilah pemiskinan dalam hal ini dipilih, karena dianggap tepat dan sesuai untuk menggambarkan kondisi dunia saat ini, khususnya di Indonesia. Pemiskinan merupakan suatu proses yang dapat menciptakan kemiskinan, yang dapat dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja. Dari ragam kemiskinan yang ada di masyarakat, dapat kita kategorikan menjadi 2 jenis, yaitu kemiskinan moral dan kemiskinan materiil. Di mana kedua jenis itu dapat saling berkaitan satu sama lain. Dalam kehidupan berbangsa, negaralah yang paling bertanggung jawab dalam menangani isu ini. Bagaimana suatu negara membuat kebijakan yang benar-benar tepat dan dapat mengakomodir hak dan kebutuhan seluruh warga negaranya tanpa terkecuali. Bukan hanya kebijakan di bidang perekonomian. Karena kemiskinan itu sendiri bukan hanya terkait dengan masalah ekonomi, tapi seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa bukan hanya materiil namun juga ada kemiskinan moriil.

Kecenderungan akan kehilangan identitas diri sebagai bangsa yang bermartabat, dapat terlihat gejalanya dari kehidupan sekarang, terutama di kalangan generasi muda, lebih khususnya lagi di kalangan ABG. Jika berbicara tentang pemiskinan, banyak sekali alat yang tengah bekerja untuk menciptakan beragam kemiskinan itu sendiri. Alat yang sering kita kenal sebagai media baik elektronik maupun cetak, terutama TV dengan program-programnya yang menggiurkan dan memabukkan generasi muda. Membuai dengan cerita-cerita sinetron dengan kehidupannya yang spektakuler dan dramatis. Bagaimana tayangan tersebut telah membuat remaja kita kehilangan jati dirinya dan seolah mabuk kepayang meninggalkan kehidupan riil di sekitarnya. Menciptakan kehidupan artifisial dengan gaya hidup yang belum tentu mereka sendiri mengenalinya dan menyedarinya. Gaya bergaul yang hedonis dengan tatanan penampilan yang semakin memeloroti nilai-nilai moral ketimuran dan agamis. Bukankah hal tersebut yang disebut pemiskinan moral ? Yang notabene dilakukan secara sadar oleh kaum pengelola media yang terang-terangan didukung oleh negara dengan kebijakan-kebijakannya tentang hal itu ?

Mengingat dan sangat menyadari kondisi kita sebagai bangsa yang masih belajar merangkat untuk menuju 1 piring nasi di ujung sana, belum lagi dapat teraih, sudah begitu banyak rintangan. Padahal nasi merupakan kebutuhan yang paling pokok. Gambaran itu melukiskan bahwa untuk menangani permasalahan primer bangsa yang berkaitan dengan urusan pangan saja, kita masih keteteran. Ribuan anak mengidap kurang gizi. Apakah itu bukan sebuah proses pemiskinan juga. Dengan kondisi kurang gizi, bagaimana seorang anak yang merupakan cikal bakal pemimpin bangsa, dapat memberikan kontribusi berharga untuk bangsa kelak, bahkan dengan fisiknya saja mereka harus berjuang untuk bernafas buat bertahan hidup. Jangankan untuk memikirkan hal pendidikan, untuk sekedar makan saja sebagian besar mereka masih harus membanting tulang dan memilir ototnya seharian.

Terutama untuk penyandang cacat (penca) yang di Indonesia jumlahnya mencapai 10 % ini dari total populasi, sebagian masih hidup di bawah garis kemiskinan (baik moril dan materiil). Jika dilihat kondisinya selama ini, no wonder hal itu terjadi....apa yang didapat kaum penca selama ini adalah pengebirian hak mereka sebagai warga negara. Mulai dari pendiskriminasian hak meraka di bidang sosial, pendidikan, sampai pekerjaan. Bukankah sebagai bagian dari keluarga besar negara Republik Indonesia, mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama ? Memperoleh pendidikan dan penghidupan yang layak. Bagaimana dapat mereka keluar dari lingkaran kemiskinan, jika untuk bersekolah saja mereka menemui kesulitan, baik karena adanya pelarangan maupun biaya pendidikan yang tidak terjangkau, sehingga banyak keluarga penyandang cacat yang angkat tangan dan memutuskan untuk merumahkan anak meraka yang menyandang cacat.

Ada ratusan lagi permasalahan yang membutuhkan kerjasama seluruh pihak, terutama negara sebagai pembuat kebijakan, dengan tekad bulat untuk membabat habis pemiskinan dari kehidupan masyarakat. Tanpa kerjasama dan koordinasi, jangan harap masalah ini dapat tertanggulangi...MIMPI AJA TERUS !!!!

_By Igie_